
CILEGON-PARLEMEN.COM – Siapa sangka, di balik penampilan tenang dan langkah terukurnya, Erik Airlangga menyimpan kisah penuh liku: dari ruang rapat direktur perusahaan ke panggung politik yang keras dan tak terduga. Bukan karena ambisi jabatan, tapi karena panggilan hati. Ya, politik baginya bukan sekadar rebutan kursi—melainkan jalan sunyi untuk memberi lebih.
Berasal dari keluarga pengusaha, Erik sempat berada di puncak kenyamanan. Ia menjabat direktur di beberapa perusahaan besar milik keluarga: PT Alek Putra Group, PT Airlangga Putra Mandiri, hingga PT Putra Banten Perkasa. Namun, semuanya ia tinggalkan saat tahun 2014 tiba.
“Saya diminta partai, didorong orang tua, dan ingin mencoba cara lain berbuat untuk masyarakat,” ujar Erik. “Kalau bisa bantu lebih luas lewat parlemen, kenapa tidak?”
Sebuah langkah yang jarang diambil para pebisnis mapan—masuk ke dunia yang lebih keras: politik lokal.

foto: Erik Airlangga, sosok legislator yang membuktikan bahwa politik bukan sekedar janji, tapi aksi nyata di tengah masyarakat.
POLITIK, BUKAN DRAMA—TAPI TANGGUNG JAWAB
Erik terpilih dengan suara terbanyak di Dapil Cibeber–Cilegon pada 2014. Sejak itu, ia menjelma bukan sekadar ‘wakil rakyat’, tapi juga motor di balik pembangunan yang mulai nyata dirasakan warga.
Perjalanan panjangnya di parlemen:
Ia dikenal lewat proyek-proyek konkret: Jembatan Ciberko yang dulu hanya mimpi kini bisa dilalui, betonisasi jalan BBS yang memperlancar akses, hingga RTP Kalitimbang yang jadi ruang hiburan warga.
“Bukan soal jumlah proyek, tapi tentang bagaimana kebijakan menyentuh warga. Politik yang nyata bukan di pidato, tapi di jalan dan taman yang bisa dipakai bersama,” tegasnya.

foto: Kerja nyata tak selalu dibalas suara – Erik Airlangga menyadari, politik tak selalu logis. tapi itu tak menghentikannya untuk terus turun ke lapangan dan mendengar rakyat.
SAAT POLITIK TIDAK SEINDAH SKENARIO SINETRON
Namun, politik tidak selalu berbalas manis. Erik mengakui, kadang masyarakat cepat lupa, dan ekspektasi berubah setelah hari pemilu lewat.
“Kami bangun jembatan, normalisasi saluran, masyarakat antusias, bahkan masak untuk pekerja. Tapi saat pemilu? Hasilnya cuma delapan suara,” katanya tersenyum getir. “Begitulah seni politik.”
Untuk meredam jarak dengan rakyat, ia membentuk tim khusus yang menjangkau 11 kelurahan di dapilnya. Masukan ditampung, dijadikan dasar kebijakan—bahkan ketika harus mengkaji ulang aset BUMN seperti tandon KS agar bisa dinormalisasi.

foto: Politik berpihak pada rakyat kecil – dari reformasi SMK hingga proteksi produk lokal, Erik Airlangga menunjukan politik bisa jadi alat untuk membangun masa depan yang inklusif.
PENDIDIKAN, UMKM, DAN MASA DEPAN CILEGON
Erik tak hanya bicara infrastruktur. Ia peduli pada pengangguran lulusan SMK—yang menurut data BPS masih tinggi. Baginya, solusinya ada pada sinkronisasi.
“Kita buka jurusan SMK X, tapi dunia kerja butuh Y. Harus ada dialog serius antara pemerintah dan industri.”
Untuk UMKM, ia ingin pemkot lebih dari sekadar simbolik. Ia mendorong aturan agar produk lokal digunakan dalam setiap kegiatan pemerintahan. “Jangan cuma seremonial,” ujarnya lugas.

foto: Tak takut disorot, asal kerja benar – Erik Airlangga mendorong rapat DPRD disiarkan langsung sebagai bentuk keterbukaan pada publik.
TRANSPARANSI: SAATNYA DEWAN DISOROT KAMERA
Di tengah keterbatasan anggaran dan ketergantungan pada pusat, Erik punya ide segar: siarkan langsung rapat DPRD! YouTube, Instagram, bahkan TV lokal—semua bisa jadi alat rakyat untuk melihat kinerja wakilnya.
“Kalau kita kerja benar, kenapa harus takut disorot?” katanya.
Sebagai salah satu dari sedikit anggota senior, ia kini memosisikan diri sebagai mentor. “Kalau semua belajar dari nol, fungsi pengawasan akan lumpuh,” ujarnya tegas.

foto: Dari aspal jalan ke hati warga – bukan hanya membangun infrastuktur, Erik Airlangga hadir ditengah masyarakat – dari takziah hingga memperjuangkan akses vital seperti jalan imam Bonjol.
POLITIK: ANTARA ASPAL JALAN DAN JEJAK KEBAIKAN
Tiga periode menjabat, Erik tetap mengingat pesan mendiang Aat Syafaat, tokoh Golkar Cilegon:
“Politik itu bukan soal uang, tapi eksistensi dan jejak kebaikan.”
Waktu luangnya kini nyaris habis untuk undangan warga—dari hajatan hingga takziah. Ia juga tengah mendorong pelebaran Jalan Imam Bonjol—akses vital bagi ekonomi, pendidikan, dan kesehatan warga.
“Kalau jalan sempit, ambulans lambat, guru susah masuk. Semua saling terkait. Infrastruktur itu fondasi hidup,” ujarnya.

foto: Bukan Sekedar Aktor, Tapi Penggerak Panggung Rakyat – Erik Airlangga mengingatkan: Politik bukan tontonan. Jika rakyat hanya jadi penonton, maka bisa saja yang tampil bukan tokoh yang diharapkan.
EPILOG: ANTARA AKTOR DAN PENONTON
Bagi Erik Airlangga, politik bukan panggung hiburan. Tapi kalau rakyat memilih jadi penonton, maka panggung itu bisa diisi oleh aktor yang salah.
“Jangan apatis. Kalau orang baik isi politik, hasilnya akan baik. Tapi kalau semua hanya menonton, maka bisa jadi yang tampil bukan orang yang kita harapkan.”
Di balik gaya hidup yang melelahkan, Erik tetap berjalan. Tak dengan sorotan besar, tapi dengan hasil nyata di tengah kota. Karena baginya, satu jembatan yang selesai lebih bermakna daripada seribu janji yang terlupakan.
(Adv/has/red*)

Tidak ada komentar